Merangkul Diri, Memahami Toxic Positivity
Gapapa kok sedih. Bila sudah membaik, jangan lupa bangkit.
Apakah kalimat di atas cukup sering terdengar di telingamu? Atau, apakah kamu pernah mengucapkan kalimat tersebut kepada orang-orang terdekatmu? Bila jawabannya pernah, selamat! Itu artinya kamu sudah bebas dari toxic positivity.
Tunggu dulu... Toxic Positivity itu apa sih? Kalau diterjemahkan secara harafiah, toxic artinya racun, dan positivity artinya sesuatu yang positif. Bila digabung, artinya hal positif yang beracun donk? Bagaimana bisa hal positif dikaitkan dengan racun? Bukankah hal positif harusnya memiliki makna yang baik? Inilah yang menjadi sorotan banyak orang saat ini. Seringkali, kita menasihati orang lain agar jangan sedih atau harus semangat. Padahal, kita hanyalah manusia biasa. Kita tidak bisa selalu melewati hari-hari dengan indah. Ada kalanya, hal buruk terjadi dan hati menjadi tidak happy.
Di bawah ini adalah artikel tentang Toxic Positivity yang ditulis oleh ahli di bidang terkait dan diterjemahkan oleh saya. Semoga bermanfaat.
Sumber artikel: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-man-cave/201908/toxic-positivity-dont-always-look-the-bright-side
Toxic Positivity: Jangan Selalu Melihat Sisi Positif
Sebaliknya, berproseslah dengan emosi Anda.
Di era sosial media ini, kita terus-menerus melihat postingan (tulisan/gambar yang dibagikan secara daring) teman-teman dan keluarga tentang "memiliki sikap positif" atau "memiliki pandangan yang positif dalam kehidupan sepanjang waktu!" Menjadi optimis kadang kala penting, tetapi mungkin mengagetkan bagi Anda bahwa sebenarnya, merangkul perasaan Anda yang sedang negatif itu tidak apa-apa dan penting.
Frasa toxic positivity merujuk pada konsep bahwa menjadi positif adalah satu-satunya cara yang tepat untuk menghidupi kehidupan Anda. Artinya, kita hanya fokus pada hal positif dan menolak hal yang memicu emosi negatif. Bukankah hal ini terdengar baik? Jangan buru-buru menyimpulkan.
Ketika beberapa orang tidak memperhatikan perasaan negatif, dan kemudian menganggap seolah-olah mereka tidak mengalami emosi tersebut, hal ini akan membuat mereka tidak mudah didekati dan tidak relatable (memiliki simpati dalam merasa terhubung dengan orang atau situasi tertentu). Beberapa orang ini mungkin memberikan kesan bahwa mereka tidak memiliki masalah, yang kebanyakan orang tahu bahwa tidaklah demikian. Anda akan merasa orang itu menyebalkan atau susah untuk bisa nyambung. Bayangkan membangun hubungan yang bermakna dengan orang yang mengacuhkan kesedihan atau rasa cemas.
Yang Sebaiknya Dilakukan
Mengeluarkan kesesakan dari dalam hati Anda, termasuk hal-hal negatif, diibaratkan mengangkat beban dari bahu Anda,
Emosi bukanlah tentang "baik" atau "buruk", atau tentang positif atau negatif. Sebaliknya, anggap emosi ini sebagai bimbingan: Emosi membantu kita memahami. Jika Anda merasa sedih berhenti dari pekerjaan, mungkin saja artinya pengalaman bekerja yang Anda alami itu bermakna. Jika Anda merasa cemas ketika sedang mempersiapkan presentasi, itu mungkin berarti Anda peduli dengan bagaimana Anda akan dinilai.
Emosi bukan hanya tentang bagaimana pikiran kita memberitahu kita tentang apa yang sedang terjadi; emosi juga menyampaikan informasi kepada orang-orang di sekitar kita. Ketika kita sedih, emosi ini menantikan penghiburan. Jika kita mengkomunikasikan rasa bersalah, ia menantikan pengampunan.
Meskipun mencoba melihat sisi terang setiap hal dan mencari hikmah dalam semua pengalaman hidup mungkin saja bermanfaat, penting juga untuk mengakui dan mendengarkan emosi kita yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang bisa menjadi si ceria yang selalu menyenangkan orang lain selama 24 jam dalam 7 hari; cara kerja manusia tidak seperti itu. Pada kenyataannya, memberi perhatian dan memproses emosi Anda saat emosi itu datang dan pergi dapat membantu Anda lebih memahami diri sendiri, dan juga orang-orang di sekitar Anda.
Baca juga: Mengenal Stereotip yang Sering Terjadi Tanpa Disadari
Makin mantab nih kak tulisannya
ReplyDeleteYes! Couldnt agree more
ReplyDeleteDi antara orang2 yang berusaha positif, aku sendiri pun berusaha untuk tidak melakukan toxic positivity. Menangis, sedih, kesal, itu salah satu hal yang wajar sebagai manusia, i dont see any problem with that.
Keep up the good work, chin!
Yeay! I am glad to hear that you are now freed from toxic positivity. Thanks a lot ya, Nil..
DeleteThank you so much Chindy for the wonderful sharing ^^ Sekarang di mana-mana selalu digaungkan untuk stay positive padahal pasti ada masa di mana kita feel negative emotion. Dan kita jadi malu karena takut dianggap membawa energi negatif walaupun sebenarnya itu wajar banget.
ReplyDeleteMy pleasure, Sharon. Truly true! It's always okay to feel and embrace the negative emotion that we are feeling.. Yg penting: jangan lupa bangkit :D
DeleteSo true.. Brasa sih sering bgini.. Always saying : it's okay, everything will be fine.. Tapi ga menfight nya.. Thank you for always giving a reminder chindy 🤗🤗
ReplyDeleteAnytime, dear.. Thanks for reading my article. Hope that we can always be kind to ourselves ya, Bren.. *hugs
DeleteBetul, emang nggak ada manusia yang selalu ceria. Boleh sedih tapi ga boleh lama-lama, itu yang sering kudengar orang nasehatin aku. Hehe...
ReplyDeleteBenar sekali.. lebih sehat begitu 😊
Delete